Transfer pricing (penetapan harga transfer) terjadi ketika perusahaan afiliasi (pihak yang memiliki hubungan istimewa) menetapkan harga jual, beli, atau layanan antar-entitasnya sendiri. Praktik ini secara wajar normal dalam bisnis global, tetapi bisa disalahgunakan untuk menggeser laba ke negara dengan tarif pajak lebih rendah. Oleh karena itu, Indonesia menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (Arm’s Length Principle/ALP), yang berarti transaksi antar-pihak istimewa harus diperlakukan seolah-olah dilakukan antar-pihak independen (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia [BPK RI], 2008). Jika tidak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan wajib pajak terkait transaksi afiliasi sesuai Pasal 18 UU PPh (BPK RI, 2008).
Dalam kerangka ini, Dokumen Penetapan Harga Transfer (TP Doc) menjadi kunci kepatuhan pajak. TP Doc adalah dokumen yang memuat data dan informasi terkait transaksi afiliasi untuk mendukung bahwa harga atau laba yang diterapkan sudah sesuai ALP (BPK RI, 2023). Dengan TP Doc, DJP dapat menilai kewajaran transaksi istimewa, sehingga mencegah sengketa pajak akibat indikasi penghindaran pajak (BPK RI, 2023).
Seiring meningkatnya kompleksitas transaksi lintas batas, dibutuhkan teknologi yang dapat mendukung kepatuhan perpajakan secara lebih cepat dan akurat. Melalui dukungan teknologi seperti platform pelaporan pajak berbasis H2H, perusahaan dapat memastikan kepatuhan pajak lebih efisien dan terintegrasi.
Dasar Hukum TP Doc di Indonesia
Ketentuan mengenai transfer pricing di Indonesia diatur dalam beberapa peraturan. UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan memperkuat kewenangan DJP untuk menyesuaikan transaksi afiliasi (BPK RI, 2008). Lebih spesifik, kewajiban membuat TP Doc diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 172 Tahun 2023 tentang penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dalam transaksi istimewa (BPK RI, 2023).
Sebelumnya, mekanisme untuk memastikan kepatuhan harga transfer juga difasilitasi lewat PMK Nomor 22/PMK.03/2020 tentang tata cara pelaksanaan kesepakatan harga transfer atau Advance Pricing Agreement (BPK RI, 2020). Selain itu, ketentuan umum pelaporan pajak diatur dalam UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) (BPK RI, 2007).
Dengan demikian, dasar hukum transfer pricing di Indonesia mencakup UU PPh, UU KUP, PMK tentang dokumentasi harga transfer, serta aturan tentang kesepakatan harga transfer (APA).
Jenis-jenis Dokumen Transfer Pricing
Berdasarkan PMK 172 Tahun 2023, TP Doc terbagi menjadi tiga jenis utama:
- Dokumen Induk (Master File): meliputi informasi global grup usaha seperti struktur kepemilikan, kegiatan usaha, aset tak berwujud, laporan keuangan konsolidasi, dan informasi transaksi antar-entitas (BPK RI, 2023).
- Dokumen Lokal (Local File): berisi data spesifik usaha lokal, misalnya identitas Wajib Pajak, transaksi afiliasi, perbandingan dengan transaksi sejenis independen, serta penjelasan penerapan ALP pada tingkat entitas lokal (BPK RI, 2023).
- Laporan per Negara (Country-by-Country Report, CbCR): menyajikan ikhtisar pendapatan, laba, pembayaran pajak, jumlah karyawan, dan aset setiap negara bagi grup usaha multinasional (BPK RI, 2023).
Master File dan Local File wajib tersedia paling lambat 4 bulan setelah tahun pajak berakhir, sementara CbCR disiapkan maksimal 12 bulan setelah akhir tahun fiskal (BPK RI, 2023).
Kewajiban Wajib Pajak dan Kriteria
Tidak semua Wajib Pajak diwajibkan membuat TP Doc. Menurut PMK 172 Tahun 2023, kewajiban berlaku bagi:
- Wajib Pajak dalam negeri dengan peredaran bruto lebih dari Rp50 miliar dalam tahun pajak sebelumnya dan melakukan transaksi afiliasi dengan nilai tertentu (misalnya barang afiliasi lebih dari Rp20 miliar atau jasa/royalti/bunga lebih dari Rp5 miliar).
- Wajib Pajak yang melakukan transaksi dengan pihak afiliasi di negara dengan tarif pajak lebih rendah.
- Entitas induk grup usaha multinasional dengan peredaran bruto konsolidasi minimal Rp11 triliun dalam setahun, wajib menyusun CbCR (BPK RI, 2023).
Wajib Pajak yang tidak memenuhi ambang batas tetap wajib menerapkan ALP dalam transaksi afiliasi, meskipun tidak diwajibkan membuat dokumentasi khusus (BPK RI, 2023).
Advance Pricing Agreement (APA)
Untuk meminimalkan sengketa transfer pricing, perusahaan dapat mengajukan Advance Pricing Agreement (APA). Mekanisme ini memungkinkan perusahaan dan DJP menyepakati metode penentuan harga transfer di awal periode transaksi (BPK RI, 2020).
Keuntungan APA antara lain:
- Mengurangi ketidakpastian pajak.
- Memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak.
- Mengurangi potensi pemeriksaan pajak dan koreksi transfer pricing di masa depan.
Market Opportunity dalam Transfer Pricing
Salah satu isu penting dalam transfer pricing adalah adanya market opportunity yang cukup menarik, yaitu kesenjangan antara harga transfer yang ditetapkan antar perusahaan afiliasi dengan harga pasar yang berlaku untuk pihak independen. Market opportunity bisa terjadi karena perbedaan strategi bisnis, efisiensi produksi, atau bahkan upaya penghindaran pajak.
Regulasi Indonesia mewajibkan agar harga transfer tidak menimbulkan gap yang signifikan dibandingkan harga pasar wajar. Jika terdapat perbedaan besar, DJP berhak melakukan penyesuaian harga untuk menghitung kembali kewajiban pajak.
Transfer Pricing dalam Struktur Holding dan Anak Perusahaan
Transfer pricing banyak terjadi di dalam grup usaha, khususnya antara holding company dengan anak perusahaan, atau antar-anak perusahaan dalam satu grup. Hubungan istimewa inilah yang membuat transaksi mereka masuk dalam cakupan pengawasan transfer pricing (BPK RI, 2008).
Beberapa contoh praktik transfer pricing dalam struktur holding:
- Lisensi & Royalti: Holding memberikan lisensi merek atau teknologi kepada anak usaha. Anak usaha membayar royalti dengan tarif yang harus sesuai standar pasar.
- Penjualan Barang/Jasa Intra-Grup: Anak perusahaan produsen menjual barang ke anak perusahaan distribusi. Harga yang dipakai harus sebanding dengan harga ke pihak independen.
- Pinjaman Intra-Grup: Holding memberikan pinjaman ke anak usaha. Bunga pinjaman wajib mendekati tingkat bunga pasar.
Jika harga yang dipakai tidak sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha, maka akan muncul market opportunity yang dapat mengurangi basis pajak di Indonesia. Dokumentasi transfer pricing berfungsi sebagai alat bukti bahwa harga transaksi intra-grup sudah wajar, sehingga perusahaan bisa mengurangi risiko koreksi dari otoritas pajak (BPK RI, 2023).
Sanksi dan Pentingnya Kepatuhan TP Doc
Ketidakpatuhan dalam penyusunan TP Doc memiliki konsekuensi serius. Menurut UU KUP, SPT yang tidak dilengkapi ringkasan Master File dan Local File dianggap tidak lengkap, sehingga dapat dikenai denda administratif (BPK RI, 2007).
Selain itu, jika DJP meminta TP Doc dan Wajib Pajak tidak menyerahkannya, maka dapat dikenakan sanksi tambahan berupa koreksi pajak, bunga, serta denda sesuai ketentuan UU Perpajakan (BPK RI, 2007; BPK RI, 2008). Dengan kata lain, tanpa TP Doc, perusahaan berisiko menghadapi beban pajak yang lebih besar serta potensi sengketa dengan otoritas pajak.
Oleh sebab itu, kepatuhan terhadap kewajiban TP Doc bukan hanya menghindarkan dari sanksi administratif, tetapi juga menjadi bukti penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha. Terlebih lagi, dokumentasi yang baik dapat lebih mudah diintegrasikan dengan administrasi digital, termasuk penggunaan solusi e-Meterai dan e-Signature yang disediakan Digitax untuk mendukung kelancaran kepatuhan.
Kesimpulan
Dokumen Harga Transfer (TP Doc) merupakan elemen krusial dalam sistem perpajakan Indonesia. Berdasarkan UU PPh (BPK RI, 2008), UU KUP (BPK RI, 2007), dan PMK 172 Tahun 2023 (BPK RI, 2023), Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu wajib menyusun Master File, Local File, dan Country-by-Country Report.
Selain itu, mekanisme Advance Pricing Agreement (APA) sebagaimana diatur dalam PMK 22/2020 (BPK RI, 2020) memberikan alternatif untuk memperoleh kepastian di muka terkait harga transfer. Dengan memahami kewajiban dokumentasi, risiko market opportunity, dan praktik dalam struktur holding maupun anak perusahaan, wajib pajak dapat lebih siap menghadapi tantangan kepatuhan perpajakan di era globalisasi.
Oleh karena itu, kepatuhan terhadap kewajiban TP Doc bukan hanya menghindarkan dari sanksi administratif, tetapi juga menjadi bukti penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha, menjaga kepastian hukum, dan melindungi penerimaan negara.
Referensi
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. (2007). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Jakarta: Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) BPK.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. (2008). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Jakarta: Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) BPK.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. (2020). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement). Jakarta: Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) BPK.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. (2023). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 172 Tahun 2023 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa. Jakarta: Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) BPK.